BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HAKIKAT KEPEMIMPINAN
Dalam kehidupan sehari–hari, baik di lingkungan
keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar
sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang
memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
1)
Menurut Drs. H. Malayu S.P.
Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan
bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2)
Menurut Robert Tanembaum,
Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan agar bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi
mencapai tujuan perusahaan.
3)
Menurut Prof. Maccoby,
Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan
segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa
kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan
moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin
menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
4)
Menurut Lao Tzu, Pemimpin
yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga
akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
5)
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang
menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan
memimpin.
Sedangakan menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap
sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan
kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
a)
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang–orang yang
dipimpinnya.
b)
Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat dalam berprestasi dan berkreasi pada orang–orang
yang dibimbingnya.
c)
Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang–orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk
dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan
dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi
mengenai pemimpin, penulis dapat menyimpulkan bahwa Pemimpin adalah
orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik
untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan
bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan
adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang–orang sedemikian rupa
untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal
untuk menyelesaikan tugas.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu
pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut
memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin
bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin
yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat–sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana
nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat
dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan
kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan
memiliki 2 aspek yaitu :
1) Fungsi
administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijakan administrasi dan menyediakan
fasilitasnya.
2) Fungsi sebagai
Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing,
commanding, controlling, dsb.
2.2 TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar
artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah
dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi
secara keseluruhan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori
kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah
organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :
1)
Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah
tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri.
Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan
bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal
dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh
dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat–sifat
kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui
pendidikan dan pengalaman. Sifat–sifat itu antara lain : sifat fisik, mental,
dan kepribadian.
Keith Devis
merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi, antara lain :
a. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi
di atas kecerdasan rata–rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan
berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan
Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal
maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang
dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam
mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
c. Motivasi Diri
dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi
serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal,
efektif dan efisien.
d. Sikap Hubungan
Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para
pengikutnya mampu berpihak kepadanya
2)
Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Perilaku seorang pemimpin
memiliki kecendrungan ke arah 2 hal berikut.
a. Pertama yang
disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal
ini seperti : membela
bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan
bawahan.
b. Kedua disebut
Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan
kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam
pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan
dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana
seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan
terhadap hasil yang tinggi pula.
3)
Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan
merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu
seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa
yang dikehendaki oleh pemimpin.
4)
Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang
pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat
fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
5)
Teori Kelompok
Agar tujuan
kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara
pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas,
dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya
kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi
kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya
kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan
berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya
tersebut bisa berbeda–beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara
beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana
perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward
(baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan
yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau
punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua
ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi
menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
a) Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam
mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan
digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri,
dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa
saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang
berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa
manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
b) Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga
keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
c) Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis
cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengarahkan diri sendiri.
d) Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi
bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa
dan tanggungjawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam
menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua
gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau
dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil
penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai
dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan.
Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya
bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang–orang sibuk dan
mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif, dan berorientasi konsiderasi, tidak selamanya
merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah
mengembangkan suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan di atas, yakni model
kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling
sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini Fiedler
ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi
pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi.
Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota (Leader–member rolations), struktur tugas (task
strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama
ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh
pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk
melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang
melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan
situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya
kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity)
pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa
menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat
menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan
Panton, 1996 : 18 ) bahwa masing-masing gaya kepemimpinan ini
hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang
memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya
meskipun perlu. Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat
gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang
dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin
memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut adalah :
1. Directing
Gaya tepat apabila kita
dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan
motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah
tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus
dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating
(penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan
waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan–aturan
dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan
detil yang sudah dikerjakan.
2. Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi
juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang
tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan
komunikasi yang baik dengan mereka.
3. Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin
memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal
ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan
proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan
berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik–teknik yang dituntut dan telah
mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita
perlumeluangkan waktu untuk berbincang–bincang, untuk lebih melibatkan mereka
dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran–saran mereka
mengenai peningkatan kinerja.
4. Delegating
Sebuah gaya dimana seorang
pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan.
Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan
efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas
atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan
kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin
berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang
disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership
mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari
orang – orang yang dipimpinnya.
2.3 KRITERIA PEMIMPIN
Pimpinan yang
dapat dikatakan sebagai pemimpin seharusnya memenuhi beberapa kriteria, yaitu :
1)
Pengaruh
: Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki orang-orang yang mendukungnya
yang turut membesarkan nama sang pimpinan. Pengaruh ini menjadikan sang pemimpin
diikuti dan membuat orang lain tunduk pada apa yang dikatakan sang pemimpin. John
C. Maxwell, penulis buku-buku kepemimpinan pernah berkata: Leadership is
Influence (Kepemimpinan adalah soal pengaruh). Mother Teresa dan Lady Diana
adalah contoh kriteria seorang pemimpin yang punya pengaruh.
2)
Kekuasaan/power
: Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang lain karena dia memiliki
kekuasaan/power yang membuat orang lain menghargai keberadaannya. Tanpa kekuasaan
atau kekuatan yang dimiliki sang pemimpin, tentunya tidak ada orang yang mau
menjadi pendukungnya. Kekuasaan/kekuatan yang dimiliki sang pemimpin ini
menjadikan orang lain akan tergantung pada apa yang dimiliki sang pemimpin,
tanpa itu mereka tidak dapat berbuat apa apa. Hubungan ini menjadikan hubungan
yang bersifat simbiosis mutualisme, dimana kedua belah pihak sama-sama saling
diuntungkan.
3)
Wewenang
: Wewenang di sini dapat diartikan sebagai hak yang diberikan kepada pemimpin untuk
fnenetapkan sebuah keputusan dalam melaksanakan suatu hal/kebijakan. Wewenang
di sini juga dapat dialihkan kepada bawahan oleh pimpinan apabila sang pemimpin
percaya bahwa bawahan tersebut mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab
dengan baik, sehingga bawahan diberi kepercayaan untuk melaksanakan tanpa perlu
campur tangan dari sang pemimpin.
4)
Pengikut
: Seorang pemimpin yang memiliki pengaruh, kekuasaaan/power, dan wewenang tidak
dapat dikatakan sebagai pemimpin apabila dia tidak memiliki pengikut yang
berada di belakangnya yang memberi dukungan dan mengikuti apa yang dikatakan
sang pemimpin. Tanpa adanya pengikut maka pemimpin tidak akan ada. Pemimpin dan
pengikut adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri
sendiri.
5)
Pemimpin
harus mempunya sifat dasar : bertanggung jawab, berorientasi pada sasaran,
tegas, cakap, bertumbuh, memberi teladan, dapat membangkitkan semangat, jujur,
setia, murah hati, rendah hati, efisien, memperhatikan, mampu berkomunikasi,
dapat mempersatukan, dan dapat mengajak, serta dapat dipercaya.
Selain itu, di tengah–tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh
adanya perilaku staf atau individu yang
berbeda–beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat
gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang
dimaksud dengan situasional lesdership, sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa
untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu
memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
1. Kemampuan
analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman
dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2. Kemampuan untuk
fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk
menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap
situasi.
3. Kemampuan
berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada
bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.
2.4 PERAN
PEMIMPIN
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab
seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran
interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran
pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
1. Peran pertama
meliputi :
a. Peran
Figurehead, Sebagai simbol dari organisasi
b. Leader, Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya
c. Liaison, Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan
organisasi.
2. Peran kedua terdiri
dari 3 peran juga yakni :
a. Monitior, Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau
berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.
b. Disseminator, Menyampaikan informasi, nilai–nilai baru dan fakta kepada bawahan.
c. Spokeman, Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang–orang di luar
organisasinya.
3. Peran ketiga
terdiri dari 4 peran yaitu :
a. Enterpreneur, Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
b. Disturbance
Handler, Mampu mengatasi masalah terutama
ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.
c. Resources
Allocator, Mengawasi alokasi sumber daya
manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas
– tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.
d. Negotiator, Melakukan perundingan dan tawar–menawar.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (
1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni
:
1. Alighting, Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.
2. Aligning, Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap
orang menuju ke arah yang sama.
3. Allowing, Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara
kerja mereka.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin,
pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik,
cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita
tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat
pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar
seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari
kekuatan pribadinya. Maka jika
ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri
sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum
merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya.
Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan
menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain
tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa
mengendalikan diri.
2.5 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering
diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat
fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun
banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah
sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan
hampir tidak ada pemimpin yang sungguh–sungguh menerapkan kepemimpinan dari
hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
A. Karakter kepemimpinan yaitu memiliki hati yang melayani
Kepemimpianan yang melayani
dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari
dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari
dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.
Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi
pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan
betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru
tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan
ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah
duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut Ken
Blanchard dan kawan–kawan, ada sejumlah ciri–ciri dan nilai yang muncul dari
seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang
pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan
tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin memiliki
kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga
tumbuh banyak pemimpin dalam kelomponya. Hal ini
sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the
Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya
untuk membangun orang–orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah
organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi
tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota
dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan
menjadi kuat.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang
dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan,
kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas
(accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan
dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat
dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar
setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang
melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan
pribadinya melebihi kepentingan public atau mereka yang dipimpinnya.
Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun
tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh
pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.
B. Metode kepemimpinan yaitu kepala yang melayani
Seorang pemimpin tidak cukup
hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian
metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali
pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan
integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru
tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik.
Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang
dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang
memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di
sekolah–sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau
Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan
berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini
metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter
kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
a) Kepemimpinan
yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya
atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses
ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai
keahlian dari orang–orang yang ada dalam organisasi tersebut. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong
terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator
perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan
menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang–orang
atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi,
kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah
organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam
mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada
2 aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya
seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi
organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tsb ke
dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
visi itu.
b) Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang
responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan,
harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan
proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang
dihadapi.
c) Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih
atau pendamping bagi orang–orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya
dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak
buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau
sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari–hari
seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak
buahnya.
C. Perilaku kepemimpinan yaitu tangan yang melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas,
serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan
perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka
perilaku seorang pemimpin, yaitu :
a) Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang
dipimpin, tapi sungguh–sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan
Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia
memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang
dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
b) Pemimpin focus pada hal–hal spiritual dibandingkan
dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk
dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk
mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan
hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan
status dan kekuasaan semata.
c) Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh
dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb.
Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating) dirinya terhadap
komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer
(doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian
kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan
situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut
Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence,
salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani
(servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay
Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa
perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ
yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang–orang yang memiliki integritas,
terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang
tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun
bagi orang lain.
2.6 KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan
adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan
karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah
jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan
dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika
terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang
kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada
lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam
organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi
pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan
lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh
pangkat atau jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari
dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin,
baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun
bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. ”I don’t think you have to be waering
stars on your shoulders or a title to be leadar. Anybody who want to raise his
hand can be a leader any time”, dikatakan dengan lugas oleh General Ronal
Fogleman, Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak
berpikir anda menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin. Orang lainnya
yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain waktu.
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui
keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan,
maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya
sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager),
motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang
baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang
justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor & praise) dari mereka
yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah
seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang
didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan
sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin
besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi
negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara
pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga
Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah
membuatnya menderita selam bertahun–tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal,
Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk
melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala–galanya bagi seorang pemimpin sejati.
Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa
adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan,
dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin
sejati.
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4
makna terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
1) Q leader berarti kecerdasan atau
intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual,EQ berarti
kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti
seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ, EQ, SQ yang cukup
tinggi.
2) Q leader
berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner
maupun aspek manajerial.
3) Q leader
berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin
yang berarti kehidupan).
4) Q leader keempat adalah qolbu atau inner
self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh–sungguh mengenali
dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management
atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu
belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q
(intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi
dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang
pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang
disingkat menajadi 3C, yaitu :
a)
Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).
b)
Visi yang jelas (clear vision).
c)
Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap
disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik
secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis,
pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan
kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only
way that I can keep leading is to keep growing. The the day I stop growing,
somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” yang
artinya satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus
senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil
alih kepemimpinan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar